Sejarah Baru: Dalam 12 Hari, 2 Menteri Jadi Tersangka KPK


KPK mencatat sejarah baru dalam penegakan tindak pidana korupsi di Indonesia. Dalam waktu 12 hari, KPK menetapkan dua menteri Kabinet Indonesia Maju menjadi tersangka. 

Kedua menteri itu adalah Menteri KP Edhy Prabowo dari Partai Gerindra dan Mensos Juliari Batubara dari PDIP. Selain itu, keduanya baru setahun dilantik sebagai menteri oleh Presiden Jokowi. 

Edhy ditangkap KPK pada 25 November di Bandara Soetta. Ia ditangkap saat baru saja tiba di Bandara Soetta usai kunjungan kerja ke Hawaii. Edhy ditangkap bersama istri dan sejumlah pegawai kementerian.  

"Tadi pagi pukul 01.23 WIB di Soetta," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan, Rabu (25/11). 

Edhy ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap eksportir benih lobster. Usai menjalani pemeriksaan secara insentif, Edhy langsung ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih selama 20 hari terhitung sejak tanggal 25 November.  

Dalam perkaranya, Edhy diduga menerima suap sekitar Rp 4,8 miliar terkait penetapan eksportir benih lobster. Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito. 

Suap diduga diberikan agar perusahaan Suharjito ditetapkan sebagai eksportir benih lobster melalui forwarder PT Aero Citra Kargo. Adapun PT ACK merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. Sehingga, sejumlah perusahaan eksportir benih lobster harus menggunakan jasa PT ACK dengan tarif Rp 1.800 per benih.  

Perusahaan-perusahaan yang berminat pun kemudian mentransfer uang kepada PT ACK dengan total Rp 9,8 miliar. Diduga dari uang tersebutlah, suap untuk Edhy dkk diberikan.   

Berikut pemberian suap tersebut:  

Transfer Rp 3,4 miliar dari Achmad Bachtiar (pemilik PT Aero Citra Kargo) kepada Ainul Faqih untuk keperluan Edhy Prabowo; istri Edhy Prabowo Iis Rosyati Dewi; Safitri; dan Andreau Pribadi Misanta untuk keperluan di Amerika Serikat dari Tanggal 21 hingga 23 November 2020.  

Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima suap sebesar USD 100 ribu dari Suharjito melalui Amiril Mukminin.   

Sementara, Safri dan Andreau Pribadi pada Agustus 2020 menerima yang dengan total Rp 436 juta dari Ainul Faqih. 

Atas sejumlah penerimaan itu, Edhy Prabowo diduga menerima Rp 3,4 miliar beserta USD 100 ribu atau setara Rp 1,41 miliar. Sehingga total ia diduga menerima Rp 4,8 miliar. 

Pada saat rangkaian penangkapan, KPK juga mengamankan kartu debit ATM. Diduga, kartu ATM itu menjadi sarana pemberian suap. 

Selain itu, KPK juga menyita sejumlah barang mewah dari OTT tersebut. Barang-barang mewah tersebut diduga dibeli dari uang suap. 

"Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan ATM BNI atas nama AF, Tas LV, Tas Hermes, Baju Old Navy, Jam Rolex, Jam Jacob n Co, Tas Koper Tumi dan Tas Koper LV," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. 

AF yang dimaksud ialah Ainul Faqih. Ia merupakan staf istri Edhy Prabowo, Iis Rosyita Dewi.  

Edhy Prabowo dan istri diduga menghabiskan uang sekitar Rp 750 juta untuk belanja barang-barang mewah tersebut saat berada di Honolulu, AS. Diduga, barang dibeli dengan menggunakan uang dari ATM atas nama Ainul Faqih. Sumber uang diduga merupakan hasil suap dari sejumlah perusahaan yang ingin menjadi eksportir benih lobster. 

Atas adanya dugaan kasus suap itu, KPK menjerat 7 orang sebagai tersangka. Termasuk Edhy Prabowo serta Ainul Faqih. 

Dalam pengumuman tersangka, KPK pun memamerkan barang sitaan dari hasil OTT. Termasuk barang-barang mewah yang dibeli di Honolulu, Hawaii. 

Terdapat pula satu sepeda yang masih terbungkus. Sepeda tersebut mirip dengan jenis roadbike tipe S-Work Roubaix. 

Berdasarkan situs resmi Specialized.com, terpampang salah satu sepeda jenis roadbike yang memiliki ban serupa dengan jenis sepeda yang ditunjukkan KPK dalam konferensi pers perkara Edhy Prabowo.  

Berdasarkan informasi yang tercantum dalam situs tersebut, sepeda jenis roadbike ini dibanderol dengan harga USD 11.000 hingga USD 12.000 atau bila dikalkulasikan ke mata uang rupiah nilainya setara Rp 155 juta hingga Rp 169 juta. Harga itu merupakan perkiraan merunut pada informasi yang tercantum di dalam situs, mengingat saat konferensi pers pihak KPK sama sekali belum merinci jenis sepeda atau harga dari sepeda itu. 

Sepeda yang disita KPK dari Edhy Prabowo itu diduga dibeli saat dia berada di AS. KPK sedang mengusut sumber pembelian sepeda itu. 

KPK mengungkapkan penyelidikan kasus Edhy sudah dimulai sejak Agustus 2020. Deputi Penindakan KPK Irjen Karyoto mengungkapkan, sejak Agustus pihaknya sudah mulai mengumpulkan berbagai informasi untuk mengusut kasus ini. 

"Kami mulai bulan Agustus, bulan Agustus itu bukan waktu yang singkat. Kami mulai profiling, kemudian kita juga mengumpulkan informasi mulai dari berbagai macam teknologi maupun perbankan ini semuanya kita olah dan ramu sehingga bisa memotret kejadiannya," kata Karyoto dalam konferensi pers di kantor KPK. 

Karyoto meyakini pihaknya mempunyai bukti permulaan yang cukup untuk menjerat Edhy Prabowo sebagai tersangka. Selain Edhy Prabowo, ada enam tersangka lain yang dijerat.  

"Jadi alat bukti alat bukti yang kami miliki sudah cukup banyak baik elektronik maupun bentuk fisik," kata dia. 

Penangkapan Edhy juga telah dikoordinasikan. Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, sebelum OTT sudah ada izin penyadapan yang diajukan penyelidik. 

"Ya (sudah ada izin) penyadapan. Nomor yang disadap," kata Syamsuddin. 

Bahkan, Syamsuddin mengungkapkan nomor HP yang diberikan izin untuk disadap tak cuma satu, melainkan beberapa nomor HP. Namun Syamsuddin tak bisa menyebut nomor siapa saja yang disadap begitu pula kapan izin diajukan.   

"Malah beberapa kali tambah nomor. Saya lupa kapan tepatnya, karena banyak izin untuk kasus lain juga," tuturnya.  

Atas kasusnya ini, Edhy meminta maaf kepada Presiden Jokowi, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, dan masyarakat Indonesia. Edhy menyebut kasus suap yang dilakukannya ini merupakan sebuah kecelakaan. Dia memastikan akan bertanggung jawab penuh atas perbuatannya dan memohon maaf atas seluruh pihak yang merasa terkhianati. 

"Saya mohon maaf pada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya KKP yang mungkin banyak terkhianati seolah-olah saya pencitraan di depan umum, itu tidak, itu semangat. Ini adalah kecelakaan yang terjadi," ujar Edhy di gedung KPK. 

"Dan saya bertanggung jawab terhadap ini semua. Saya tidak lari dan saya akan beberkan apa yang menjadi yang saya lakukan dan ini tanggung jawab penuh saya kepada dunia dan akhirat," lanjutnya.  

12 Hari Kemudian, KPK Tetapkan Mensos Juliari Sebagai Tersangka

Sementara Mensos Juliari Batubara ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan bansos COVID-19 untuk Jabodetabek. Juliari ditetapkan sebagai tersangka bersama 4 orang lainnya, yaitu 2 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bansos COVID-19 Kemensos, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Lalu 2 supplier rekanan bansos COVID-19, Ardian I M dan Harry Sidabuke. 

KPK menduga Juliari menerima suap hingga belasan miliar rupiah dari rekanan proyek pengadaan bansos tersebut. Adapun pemberian tersebut dilakukan secara bertahap. 

Mulanya, Kemensos pada 2020 mengadakan pengadaan bansos COVID-19 sebesar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dilaksanakan 2 periode. Juliari melalui pejabat pembuat komitmen diduga menunjuk secara langsung rekanan pengadaan bansos dengan fee dari tiap paket pengadaan yang disetorkan kepada dirinya.  

Dari pengadaan bansos periode pertama, diduga ada fee Rp 12 miliar yang masuk ke Kemensos, dan Rp 8,2 miliar di antaranya diterima oleh Mensos Juliari.   

"Diberikan secara tunai oleh MJS (PPK bansos COVID-19 Kemensos, Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Mensos Juliari) melalui AW (PPK bansos COVID-19 Kemensos, Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp 8,2 Miliar," kata Ketua KPK Firli Bahuri, Minggu (6/12) dini hari.  

Sementara di pengadaan kedua, ia diduga menerima Rp 8,8 miliar. Diduga dari uang fee yang dikumpulkan dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020.  

"Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB (Juliari)," ujar Firli. 

Uang yang telah diterima Juliari, kata Firli, diduga digunakan untuk keperluan pribadi Juliari. 

"Pembagian diberikan tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar. Kemudian uang tersebut dikelola EK dan SM selaku orang kepercayaan JPB untuk digunakan membayar berbagai kebutuhan bagi Saudara JPB," ungkapnya. 

"Untuk periode kedua, pelaksanaan paket sembako terkumpul uang dari Oktober-Desember 2020 sejumlah Rp 8,8 miliar yang juga diduga digunakan untuk keperluan JPB," lanjutnya. 

Meski ditetapkan sebagai tersangka, Juliari tidak terjaring dalam OTT karena diketahui berada di luar kota. Kegiatan terakhirnya adalah mengunjungi Kabupaten Malang untuk menyerahkan bansos kepada warga yang terdampak pandemi virus corona di sana. 

Untuk itu, KPK sempat meminta Juliari dan satu tersangka lainnya, yaitu Adi Wahyono, untuk menyerahkan diri. 

"KPK terus berusaha sampai detik ini melakukan pencarian terhadap para tersangka yang belum berada di KPK. Kami imbau, kami minta kepada para tersangka saudara JPB dan AW untuk kooperatif dan segera mungkin menyerahkan diri kepada KPK," ujar Firli. 

Dalam OTT yang dilakukan pada Sabtu (5/12), KPK mengamankan uang sebesar Rp 14,5 miliar. 

"Penyerahan uang akan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 5 Desember 2020, sekitar jam 02.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta," kata Firli. 

Firli mengatakan, uang tersebut sudah disiapkan oleh Ardian dan Harry Sidabuke selaku rekanan bansos corona yang disimpan dalam 7 koper; 3 tas ransel; dan amplop kecil yang jumlahnya Rp 14,5 miliar.   

Uang dalam koper dan sejumlah tempat lainnya itu terdiri dari sejumlah mata uang rupiah dan asing. Yakni Rp 11,9 miliar; USD 171,085 (setara Rp 2,420 m) dan sekitar SGD 23.000 (setara Rp 243 juta).  

Uang tersebut diberikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen di Kemensos bernama Matheus Joko Santoso dan Shelvy N selaku Sekretaris di Kemensos. Uang itu diduga ditujukan untuk Matheus; PPK Kemensos Adi Wahyono; dan Mensos Juliari. 

Beberapa jam setelah penetapan statusnya sebagai tersangka, Juliari tiba di Gedung KPK sekitar pukul 02.45. Juliari tampak mengenakan jaket warna hitam, celana cokelat, topi hitam, dan masker saat masuk ke Gedung KPK. 

Juliari dikawal sejumlah petugas KPK langsung naik menggunakan tangga menuju ruang pemeriksaan di lantai 2. Saat dimintai keterangan, Juliari hanya melambaikan tangan. 

Hingga saat ini, Juliari masih menjalani pemeriksaan di KPK.



ARTIKEL ASLI

1 Komentar untuk "Sejarah Baru: Dalam 12 Hari, 2 Menteri Jadi Tersangka KPK"

  1. memang nggak tahu malu, harusnya bantuan tsb utk kemanusiaan disaat situasi begini malah dikemplang utk pribadi, saya pikir korupsi tsb nggak sendirian pasti bergroup...sama sekali nggak ada hati nurani dan sepantasnya dihukum mati aja biar mengurangi beban di muka bumi ini

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel